Kamis, 27 Desember 2012

agroforestry


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanaman berbagai macam pohon dengan atau tanpa tanaman setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas.
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis. Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi,
melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad (Michon dan de Foresta, 1995), misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah (pekarangan) dan padang penggembalaan. Contoh lain yang umum dijumpai di Jawa adalah mosaik-mosaik padat dari hamparan persawahan dan tegalan produktif yang diselang-selingi oleh rerumpunan pohon. Sebagian dari rerumpunan pohon tersebut mempunyai struktur yang mendekati hutan alam dengan beraneka-ragam spesies tanaman.


1.2 Tujuan
Untuk mengetahui fungsi dan peranan agroferesty ditinjau dari aspek biofisik, lingkungan dan social budaya.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Agroforest merupakan salah satu model pertanian berkelanjutan yang tepat- guna, sesuai dengan keadaan petani. Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman semusim, menuntut terjadinya perubahan sistem produksi secara total menjadi sistem monokultur dengan masukan energi, modal, dan tenaga kerja dari luar yang relatif besar yang tidak sesuai untuk kondisi petani. Selain itu, percobaan-percobaan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman komersial selalu dilaksanakan dalam kondisi standar yang berbeda dari keadaan yang lazim dihadapi petani.  Tidak mengherankan bila banyak hasil percobaan mengalami kegagalan pada tingkat petani. Agroforestri mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat. Peran utama agroforest bukan sebagai penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Misalnya: kebun damar, kebun karet dan kebun kayu manis menjadi andalan pemasukan modal di Sumatera. Bahkan, agroforest seringkali menjadi satu-satunya sumber uang tunai bagi keluarga petani. Agroforest mampu menyumbang 50% hingga 80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasilnya(Abang, 2011).
Rerata fraksi cahaya yang lolos dari tajuk pohon jati (Tectona grandis) dan pinus (Pinus sp.) masingnasing sebesar 50% dan 14% (Purnomo dan Sitompul, 2005), hal itu menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman sela dalam sistem agroforestri. Umur dan kepadatan tajuk serta jarak antar pohon menentukan kuantitas cahaya yang diterima oleh tanaman sela. Perubahan jarak antar pohon di kawasan hutan hanya terjadi saat penjarangan pohon pada umur tertentu. Dengan demikian manipulasi untuk meningkatkan penerimaan cahaya oleh tanaman sela hanya dapat melalui pemangkasan tajuk pohon. Pemangkasan tajuk adalah bagian dari pemeliharaan pohon jati maupun pinus (Perhutani Unit I, 2000) namun tidak pernah dilakukan sebagai upaya penghematan biaya selain tidak mempengaruhi produksi hutan (Sitompul dan Purnomo, 2004).
Sistem agroforestry dapat menguntungkan dibandingkan konvensional metode produksi pertanian dan hutan. Mereka dapat menawarkan peningkatan produktivitas, manfaat ekonomi, sosial dan hasil dalam barang ekologis dan layanan yang diberikan. Keanekaragaman Hayati di sistem agroforestri biasanya lebih tinggi daripada dalam sistem pertanian konvensional. Dengan dua atau lebih spesies tanaman berinteraksi di lahan diberikan, menciptakan habitat yang lebih kompleks yang dapat mendukung lebih banyak jenis burung, serangga, dan hewan lainnya. Tergantung pada aplikasi, dampak potensi agroforestri dapat meliputi:
·      Mengurangi kemiskinan melalui peningkatan produksi kayu dan produk pohon lainnya untuk konsumsi rumah dan penjualan
·      Berkontribusi untuk ketahanan pangan dengan mengembalikan kesuburan tanah untuk tanaman pangan
·      Cleaner air melalui nutrisi berkurang dan limpasan tanah
·      Melawan pemanasan global dan risiko kelaparan dengan meningkatkan jumlah tahan kekeringan pohon dan produksi berikutnya buah-buahan, kacang-kacangan dan minyak nabati
·      Mengurangi deforestasi dan tekanan pada hutan dengan menyediakan lahan-tumbuh kayu bakar
·      Mengurangi atau menghilangkan kebutuhan untuk bahan kimia beracun (insektisida, herbisida, dll)
·      Melalui lebih output pertanian yang beragam, meningkatkan nutrisi manusia
·      Dalam situasi di mana orang memiliki akses terbatas pada obat-obatan utama, memberikan ruang tumbuh untuk tanaman obat (Lahjie, 2011).
Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi. Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar.  Di samping itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah (ekonomi dan ekologi) berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (Jratun, 2010).
Hubungan antara tutupan lahan oleh pohon baik penuh ‘hutan alam’ maupun sebagian ‘hutan parsial’ seperti agroforestri dengan fungsi hidrologi dapat dilihat dari aspek hasil air total dan daya sangga DAS terhadap debit puncak pada berbagai skala waktu. Peran sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan (lansekap) dapat dinilai dari sudut perubahan tingkat evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan pohon, laju infiltrasi tanah yang berhubungan dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase yang berhubungan dengan jaringan drainasi pada skala lansekap. Pada saat ini telah tersedia model simulasi yang dapat dipakai untuk mempelajari dinamika pori makro tanah yang berhubungan dengan sifat hujan menurut skala waktu dan ruang. Model tersebut disusun berdasarkan hasil pengukuran yang intensif dari berbagai (Sub) DAS dan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh alih guna lahan terhadap fungsi hidrologi DAS. Dengan demikian, model tersebut dapat digunakan untuk ekstrapolasi berbagai skenario sistem penggunaan lahan di masa yang akan datang. Rangkaian studi intensif tersebut mengarah pada kesimpulan utama bahwa berbagai bentuk agroforestri (seperti ‘hutan lindung’ atau ‘repong’) yang telah banyak dipraktekkan petani dapat mempertahankan fungsi hidrologi hutan lindung dan sekaligus memberikan penghasilan kepada masyarakat di desa yang kepadatan penduduknya sekitar 50 – 100 orang km-2 (Noordwijk et al, 2004).
BAB 3. PEMBAHASAN
Agroforesty merupakan suatu Sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan). baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinanmbungan.Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada  manfaat biofisik) dan produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis). Manfaat agroforestri secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level bentang lahan atau global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di daratan, mempertahankan keanekaragaman hayati.
Agroforestri merupakan salah satu alternatif bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanpa tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan. Melihat komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Agroforestri memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap jasa lingkungan (environmental services) antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung DAS (daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat besarnya peran Agroforestri dalam mepertahankan fungsi DAS dan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui penyerapan gas CO2yang telah ada di atmosfer oleh tanaman dan mengakumulasikannya dalam bentuk biomasa tanaman, maka agroforestri sering dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem Pertanian Sehat”.
            Klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu:
Ø  Agrisivikultur
Adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaun panjang dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim. Contohnya adalah pohon mahoni ditaman berbaris diantara ubi kayu di Lampung Utara.
Ø  Silvopastura
Adalah sistem agroforestri yang meliputi komponen  kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak) disebut sebagai sistem silvopastura. Contohnya pohon atau perdu pada padang penggembalaan atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu.
Ø  Agrosilvopastura
Adalah pengkombinasian komponen berkayu dengan pertanian dan sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang  sama. Pengkombinasian dalan sistem agrosilvopastura dilakuakan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa kepada masyarakat. Contohnya Parak di Maninjau dengan berbagai macam pohon seperti kayu manis, pala, durian dan beberapa paku-pakuan liar dari hutan.

Fungsi Dan Peran Agroforestri Terhadap Aspek Biofisik
fungsi dan peran agroforestri terhadap aspek biofisik dalam sistem agroforestri dapat memberikan keuntungan terhadap pemeliharaan lingkungan, misalnya memelihara kualitas dan kuantitas air bersih, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan menekan emisi karbon. Manfaat tersebut tidak dapat langsung dan segera dirasakan oleh petani agroforestri sendiri, tetapi justru dinikmati oleh anggota masyarakat di sekitar lokasi maupun di lokasi yang jauh (misalnya di bagian hilir) dan bahkan secara global. Dengan kata lain, tindakan konservasi lahan yang diterapkan oleh petani agroforestri tidak banyak mendatangkan keuntungan langsung bagi mereka, bahkan seringkali petani harus menanggung kerugian dalam jangka pendek.
Konsep agroforestri secara keseluruhan menempatkan manusia (masyarakat) sebagai subyek, yang secara aktif berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan, dan memanfaatkan peluang kehidupan. Mengolah lahan beserta unsur lingkungan hayati dan nir-hayati lainnya dari sekedar elemen alami menjadi sumber daya yang bernilai, bertujuan menjaga eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga, dan komunitasnya. Oleh karena itu implementasi agroforestri selama ini juga memiliki peranan penting dalam aspek sosial-budaya masyarakat setempat. Tentu saja, aspek sosial-budaya tersebut akan lebih erat dijumpai pada praktek-praktek agroforestri yang telah berpuluh dan bahkan beratus tahun ada di tengah masyarakat (local traditional agroforestry) dibandingkan pada sistem-sistem agroforestri yang baru diperkenalkan dari luar (introduced agroforestry).
Fungsi dan peran agroforesti ditinjau dari aspek biofisik dan sosial budaya dibagi menjadi beberapa poin antara  lain :
v Peranan agroforestri terhadap sifat fisik tanah
Sistem agroforestri pada umumnya dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah atas sebagaimana pada sistem hutan. Sistem agrofoestri mampu mempertahanan sifat-sifat fisik tanah melalui:
·      Menghasilkan seresah sehingga bisa menambahkan bahan organic tanah
·      Meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran
·      Mempertahankan dan meningkatkan ketersedian air dalam lapisan perakaran.

Fungsi dan peran agroforestri dalam aspek lingkungan
v Peranan agroforestri terhadap kondisi hidrologi kawasan
·         Peran hutan terhadap fungsi hidrologi kawasan
Secara umum dapat dikatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi hidrologi yaitu memelihara dan mempertahankan ualitas air, mengatur jumlah air dalam kawasan danmenyeimbangkan jumlah air dan sedimentasi dalam kawasan daerah aliran sungai.
·         Peran agroforestri terhadap fungsi hidrologi kawasan
ü  Susunan vegetasi. Komposisi vegetasi ini terkait dengan peran dan fungsi terhadap evaporasi dan traspirasi, intersepsi hujan dan iklim mikro
ü  Kondisi tanah. Kemamouan sistem agroforestri untuk memperthankan kehidupan dan kegiatan makro fauna, menjaga kemantapan dan kontunyuitas ruangan pori serta mendorong daya hantar air atau laju infiltrasi yang tinggi.
ü  Bentang lahan. Menjaga kekasaran permukaan sehingga dalam kawasan masih dipertahankan adanya cekungan dan saluran yang dapat menahan air sementara.
v Peranan agroforestri dalam mengurangi gas rumah kaca dan mempertahankan cadangan karbon
Upaya meningkatkan cadangan karbon dialam secara vegetative (misalnyadengan memperbanyak penanaman pepohonan) merupakan pelayanan terhadaplingkungan yang diharapkan dapat mengurangi dampak rumah kaca.Dalam pertumbuhannya, tanaman menyelenggarakan proses fotosintesis yang memerlukan sinar matahari, CO2 dari udara, air dan hara dari dalam tanah. Dengan demikian keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, dan hasilnya berupa karbohidrat diakumulasi dalam biomasa tanaman. Tinggi rendahnya serapan CO2 di atmosfer bervariasi, tergantung pada jenis tanaman penyusun dan umur lahan. salah satu indikator keberhasilan usaha pengelolaan tanah adalah tetap terjaganya cadangan C sehingga keseimbangan lingkungan dan biodiversitas dapat terjaga pula. Guna memahami isu lingkungan gas rumah kaca ini, diperlukan beberapa pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca, siklus C dalam skala global dan cadangan C yang ada di alam.
v Fungsi agroforestri dalam mempertahankan keanekaragaman hayati
Sistem agroforestri seringkali memiliki banyak spesies alami yang tumbuhpada sebidang lahan yang sama, sehingga ahli agroforestri dapat memberikankontribusi penting dalam usaha melestarikan keanekaragaman hayati(biodiversitas).

Fungsi dan peran agroforestri dalam aspek sosial budaya
Konsep agroforestry secara keseluruhan menempatkan manusia sebagai subjek yang secara aktif berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan dan memafaatkan peluang kehidupan.

a. Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan aspek tanah
Aspek tanah (secara fisik) merupakan faktor penting dalam perkembangan tata dan pola penggunaan serta penguasaan lahan, terutama dalam komunitas tradisional. Pada banyak komunitas (di luar Jawa), penguasaan dan pemilikan lahan tidak bisa dibedakan secara jelas. Begitu juga dengan nilai lahan dan nilai pohon yang ditanampun sulit untuk dipisahkan. Pembukaan hutan alam untuk perladangan (shifting cultivation) dan penanaman pohon atau tanaman berkayu lainnya tidak semata-mata berkaitan dengan upaya untuk menghasilkan produk-produk material (kayu, buah-buahan, sayu-mayur, dan bahan mentah lainnya) bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari suatu  kelompok masyarakat. Kegiatan tersebut sekaligus merupakan upaya perlindungan, yang diartikan sebagai tanda penguasaan lahan. Hal ini sudah dikenal sebagai salah satu karakter masyarakat tradisional.

b. Fungsi agroforestri dalam upaya melestarikan identitas kultural masyarakat
Hutan dan terutama pohon-pohonan memiliki keterkaitan erat dengan identitas kultural masyarakat. Apalagi kalau mau mempelajari lebih dalam mengenai asal-usul manusia dalam kepercayaan beberapa kelompok masyarakat lokal tradisional, maka kedua komponen tersebut tidak bisa dipisahkan begitu saja. Sehingga tidak mengherankan, bilamana masyarakat Dayak memberikan simbol hutan dengan burung rangkong (hornbill), yang merupakan bagian lambang budaya mereka yang tertinggi, dan dengan demikian sangat dihormati untuk tidak semena-mena dieksploitasi. Kegiatan dimaksud memiliki fungsi dalam melestarikan berbagai identitas kultural mereka seperti silaturahmi dan tolong-menolong antar komponen masyarakat (melalui sistem gotong royong yang dilakukan bergiliran setiap membuka lading baru), pembagian kerja antara kaum laki-laki dan perempuan dalam tahapan pekerjaan di antaranya penanaman padi/palawija, penggunaan alatalat kerja tradisional, hingga pada penggunaan berbagai varietas benih padi lokal serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual (seperti upacara-upacara yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan pertanian yang dilakukan). Bukan hanya pada kegiatan pertanian gilir-balik atau perladangan, agroforestri berbasis hutan (forest-based agroforestry) sebagaimana pada sistem kebun-hutan pada masyarakat tradisional. Dari apa yang diuraikan di atas, dapat pula dikemukakan bahwa pemahaman akan nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal amatlah penting dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat.

c. Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan kelembagaan lokal
Salah satu ciri dari masyarakat tradisional adalah terdapatnya kelembagaanlokal yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota komunitas di samping peraturan perundangan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karenanya tidak mengherankan bahwa pada banyak masyarakat asli atau masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah/desa-desa terpencil di Indonesia akan dikenal dua pimpinan, yaitu kepala desa (village head) yang mengurusi administratif pemerintahan serta kepala adat (traditional leader) yang lebih terkait dengan hubungan kehidupan antar warga sehari-hari, termasuk dalam hal pemanfaatan lahan seperti agroforestri. Keberlangsungan praktek agroforestri lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sangsi, nilai, dan kepercayaan (yang keempatnya merupakan unsurunsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas.

d. Fungsi agroforestri dalam pelestarian pengetahuan tradisional
Selama berabad-abad masyarakat mengumpulkan (1) Informasi secara luas; (2)Ketrampilan, serta (3) teknologi berbagai hal. Aspek pengetahuan tradisionalamatlah penting dalam agroforestri, karena memang sistem penggunaan lahanini berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesianyang sebagian besar merupakan komunitas tradisional. Akan tetapi dalam kesempatan ini hanyaakan ditampilkan satu contoh peran agroforestri terkait dengan pelestarianpengetahuan tradisional mengenai pengobatanSebagaimana diketahui, bahwa salah satu ciri dari agroforestri tradisionaladalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagiandari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alamguna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan bakupengobatan.




BAB 4. PENUTUP
Agroforesty merupakan suatu Sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan). baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinanmbungan. Secara umum agroforestri berfungsi protektif dan produktif.Melihat komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, lingkungan, sosial maupun ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan.Klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu:Agrisivikultur, Silvopastura, Agrosilvopastura


DAFTAR PUSTAKA
(diakses tanggal 27 September 2012).


Lahjie, Abu Bakar M. 2011. Teknik Agroforestri. Veteran: Jakarta.

Noordwijk, Meine Van. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (Das). Agrivita Vol. 26 No.1: Hal. 1-8.

Sitompul , Sm Dan D. Purnomo.2005. Peningkatan Fungsi Agronomi Sistem Agroforestri Jati, Pinus Dengan Penggunaan Varietas Tanaman Jagung Toleran Irradiasi Rendah. Agrosains Vol. 7 No. 2: Hal. 93-100.

kompos


Teknik Pembuatan Kompos Dan Standart Kompos Yang Baik
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pupuk organik karena penyusunnya terdiri dari bahan-bahan organik. Membuat kompos adalah salah satu cara mengolah sampah yang semula dianggap tak berguna menjadi benda yang memberi manfaat ekonomi dan lingkungan bagi kita. Secara sederhana, kompos adalah hasil pengolahan sampah organik atau yang mudah membusuk secara alami. Pengolahan tersebut dilakukan dalam kondisi suhu yang hangat dan lembab.
Pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.
Kompos dikatakan baik apabila tingkat kematangannya sempurna. kompos yang matang dapat dikenali dari keadaan dan bentuk fisiknya. kompos yang sudah matang biasanya memiliki ciri-ciri:
1.    Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposisikan sudah dingin atau mendekati suhu ruang.
2.    tidak mengeluarkan bau busuk lagi.
3.    Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
4.    Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi.
5.    Strukturnya remah dan tidak menggumpal.
6.    Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat kelembapan.
7.    Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.

Cara membuat kompos:
1.    Sediakan drum atau sejenisnya.
2.    Lubangi kecil-kecil bagian dasar drum untuk rembesan air dari sampah.
3.    Untuk menjaga kelembaban bagian atas dapat ditutup dengan karung goni atau anyaman bambu. Bak pengomposan tidak boleh kena air hujan sehingga sebaiknya harus dibawah atap. Dasar bak pengomposan dapat tanah atau paving block, sehingga kelebihan air dapat merembes ke bawah jangan ditempatkan di tempat yang kedap air.
4.    Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari. Campur 1 bagian sampah hijau dan 1 bagian sampah coklat.
5.    Tambahkan 1 bagian kompos lama atau lapisan tanah atas (top soil) dan dicampur. Tanah atau kompos ini diharapkan mengandung banyak mikroba aktif yang bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Jika ada kotoran ternak dari ayam atau sapi dapat pula dicampurkan.
6.    Pembuatan bisa dikukan secara sekaligus atau selapis demi selapis misalnya setiap dua hari ditambah sampah baru. Untuk menghindari terlalu panas maka setiap 7 hari perlu diaduk.
7.    Pengomposan dinyatakan sudah selesai jika campuran menjadi kehitaman dan tidak berbau sampah. Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan membuat kompos, sehingga suhu menjadi sekitar 40C. Pada minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal dan kompos sudah jadi.
Faktor keberhasilan dari pengomposan terletak pada bagaimana cara mengendalikan suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh lingkungan yang optimal untuk berkembang biak. Kondisi yang optimal adalah ketika makanan cukup (cukup tersedia bahan organik), kelembaban (30-50%) dan udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas. Untuk mempercepat pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan effective microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian.