BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanaman berbagai macam pohon
dengan atau tanpa tanaman setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak
lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada
lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas
belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan
lahan yang semakin terbatas.
Alih-guna lahan hutan menjadi
lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan
perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu
sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan
usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang
mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya
alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah
pangan. Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang
pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana,
agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat
bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan demikian
kajian agroforestri tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja
tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah dari waktu
ke waktu, sehingga agroforestri merupakan cabang ilmu yang dinamis.
Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah
terdegradasi,
melestarikan sumberdaya hutan,
meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan
diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di
berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad (Michon dan de Foresta, 1995),
misalnya sistem ladang berpindah, kebun campuran di lahan sekitar rumah
(pekarangan) dan padang penggembalaan. Contoh lain yang umum dijumpai di Jawa
adalah mosaik-mosaik padat dari hamparan persawahan dan tegalan produktif yang
diselang-selingi oleh rerumpunan pohon. Sebagian dari rerumpunan pohon tersebut
mempunyai struktur yang mendekati hutan alam dengan beraneka-ragam spesies
tanaman.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
fungsi dan peranan agroferesty ditinjau dari aspek biofisik, lingkungan dan
social budaya.
BAB 2. TINJAUAN
PUSTAKA
Agroforest merupakan salah satu
model pertanian berkelanjutan yang tepat- guna, sesuai dengan keadaan petani.
Pengembangan pertanian komersial khususnya tanaman semusim, menuntut terjadinya
perubahan sistem produksi secara total menjadi sistem monokultur dengan masukan
energi, modal, dan tenaga kerja dari luar yang relatif besar yang tidak sesuai
untuk kondisi petani. Selain itu, percobaan-percobaan yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi tanaman komersial selalu dilaksanakan dalam kondisi
standar yang berbeda dari keadaan yang lazim dihadapi petani. Tidak
mengherankan bila banyak hasil percobaan mengalami kegagalan pada tingkat
petani. Agroforestri mempunyai fungsi
ekonomi penting bagi masyarakat setempat. Peran utama agroforest bukan sebagai
penghasil bahan pangan, melainkan sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan
modal. Misalnya: kebun damar, kebun karet dan kebun kayu manis menjadi andalan
pemasukan modal di Sumatera. Bahkan, agroforest seringkali menjadi satu-satunya
sumber uang tunai bagi keluarga petani. Agroforest mampu menyumbang 50% hingga
80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung maupun tidak
langsung yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasilnya(Abang, 2011).
Rerata fraksi cahaya yang lolos dari tajuk pohon jati (Tectona
grandis) dan pinus (Pinus sp.) masingnasing sebesar 50% dan 14%
(Purnomo dan Sitompul, 2005), hal itu menjadi faktor pembatas pertumbuhan
tanaman sela dalam sistem agroforestri. Umur dan kepadatan tajuk serta jarak
antar pohon menentukan kuantitas cahaya yang diterima oleh tanaman sela.
Perubahan jarak antar pohon di kawasan hutan hanya terjadi saat penjarangan
pohon pada umur tertentu. Dengan demikian manipulasi untuk meningkatkan
penerimaan cahaya oleh tanaman sela hanya dapat melalui pemangkasan tajuk
pohon. Pemangkasan tajuk adalah bagian dari pemeliharaan pohon jati maupun
pinus (Perhutani Unit I, 2000) namun tidak pernah dilakukan sebagai upaya
penghematan biaya selain tidak mempengaruhi produksi hutan (Sitompul dan
Purnomo, 2004).
Sistem agroforestry dapat
menguntungkan dibandingkan konvensional metode produksi pertanian dan
hutan. Mereka dapat menawarkan peningkatan produktivitas, manfaat ekonomi,
sosial dan hasil dalam barang ekologis dan layanan yang diberikan.
Keanekaragaman Hayati di sistem agroforestri biasanya lebih tinggi daripada
dalam sistem pertanian konvensional. Dengan dua atau lebih spesies tanaman
berinteraksi di lahan diberikan, menciptakan habitat yang lebih kompleks yang
dapat mendukung lebih banyak jenis burung, serangga, dan hewan
lainnya. Tergantung pada aplikasi, dampak potensi agroforestri dapat
meliputi:
· Mengurangi
kemiskinan melalui peningkatan produksi kayu dan produk pohon lainnya untuk
konsumsi rumah dan penjualan
· Berkontribusi untuk
ketahanan pangan dengan mengembalikan kesuburan tanah untuk tanaman pangan
· Cleaner air melalui
nutrisi berkurang dan limpasan tanah
· Melawan pemanasan
global dan risiko kelaparan dengan meningkatkan jumlah tahan kekeringan pohon
dan produksi berikutnya buah-buahan, kacang-kacangan dan minyak nabati
· Mengurangi
deforestasi dan tekanan pada hutan dengan menyediakan lahan-tumbuh kayu bakar
· Mengurangi atau
menghilangkan kebutuhan untuk bahan kimia beracun (insektisida, herbisida, dll)
· Melalui lebih
output pertanian yang beragam, meningkatkan nutrisi manusia
· Dalam situasi di
mana orang memiliki akses terbatas pada obat-obatan utama, memberikan ruang
tumbuh untuk tanaman obat (Lahjie, 2011).
Sebagaimana pemanfaatan lahan
lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat
memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya
mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil
suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan
memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan
antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu
dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan
refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem
penggunaan lahan yang diadopsi. Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri
diharapkan lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri
(internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar. Di samping itu
agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia,
khususnya di daerah pedesaan. Untuk daerah tropis, beberapa masalah (ekonomi
dan ekologi) berikut menjadi mandat agroforestri dalam pemecahannya (Jratun, 2010).
Hubungan antara tutupan lahan oleh pohon baik penuh
‘hutan alam’ maupun sebagian ‘hutan parsial’ seperti agroforestri dengan fungsi
hidrologi dapat dilihat dari aspek hasil air total dan daya sangga DAS terhadap
debit puncak pada berbagai skala waktu. Peran sistem penggunaan lahan pada
suatu bentang lahan (lansekap) dapat dinilai dari sudut perubahan tingkat
evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan pohon, laju infiltrasi
tanah yang berhubungan dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase yang
berhubungan dengan jaringan drainasi pada skala lansekap. Pada saat ini telah
tersedia model simulasi yang dapat dipakai untuk mempelajari dinamika pori
makro tanah yang berhubungan dengan sifat hujan menurut skala waktu dan ruang.
Model tersebut disusun berdasarkan hasil pengukuran yang intensif dari berbagai
(Sub) DAS dan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh alih guna lahan
terhadap fungsi hidrologi DAS. Dengan demikian, model tersebut dapat digunakan
untuk ekstrapolasi berbagai skenario sistem penggunaan lahan di masa yang akan
datang. Rangkaian studi intensif tersebut mengarah pada kesimpulan utama bahwa
berbagai bentuk agroforestri (seperti ‘hutan lindung’ atau ‘repong’) yang telah
banyak dipraktekkan petani dapat mempertahankan fungsi hidrologi hutan lindung
dan sekaligus memberikan penghasilan kepada masyarakat di desa yang kepadatan
penduduknya sekitar 50 – 100 orang km-2 (Noordwijk et al, 2004).
BAB 3. PEMBAHASAN
Agroforesty
merupakan suatu Sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan
ekologi, dilaksanan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian
dan/atau ternak (hewan). baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga
dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam
arti berkesinanmbungan.Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih
mengarah kepada manfaat biofisik) dan
produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis). Manfaat agroforestri
secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level bentang lahan atau
global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi agroforestri dalam
konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di daratan, mempertahankan
keanekaragaman hayati.
Agroforestri merupakan salah satu
alternatif bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran pepohonan, semak
dengan atau tanpa tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan. Melihat
komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang
lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan
kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa
fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun
ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang
diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara
berkelanjutan. Agroforestri memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap
jasa lingkungan (environmental services) antara lain mempertahankan fungsi
hutan dalam mendukung DAS (daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer, dan mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat
besarnya peran Agroforestri dalam mepertahankan fungsi DAS dan pengurangan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui penyerapan gas CO2yang telah ada
di atmosfer oleh tanaman dan mengakumulasikannya dalam bentuk biomasa tanaman,
maka agroforestri sering dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem
Pertanian Sehat”.
Klasifikasi
agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu:
Ø Agrisivikultur
Adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen
kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (atau tanaman
non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaun panjang dan tanaman non
kayu dari jenis tanaman semusim. Contohnya adalah pohon mahoni ditaman berbaris
diantara ubi kayu di Lampung Utara.
Ø Silvopastura
Adalah sistem agroforestri yang meliputi komponen
kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak)
disebut sebagai sistem silvopastura. Contohnya pohon atau perdu pada padang
penggembalaan atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu.
Ø Agrosilvopastura
Adalah pengkombinasian komponen berkayu dengan pertanian dan
sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang sama. Pengkombinasian
dalan sistem agrosilvopastura dilakuakan secara terencana untuk mengoptimalkan
fungsi produksi dan jasa kepada masyarakat. Contohnya Parak di Maninjau dengan
berbagai macam pohon seperti kayu manis, pala, durian dan beberapa paku-pakuan
liar dari hutan.
Fungsi Dan Peran
Agroforestri Terhadap Aspek Biofisik
fungsi dan peran agroforestri
terhadap aspek biofisik dalam sistem agroforestri dapat memberikan keuntungan
terhadap pemeliharaan lingkungan, misalnya memelihara kualitas dan kuantitas
air bersih, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan menekan emisi karbon.
Manfaat tersebut tidak dapat langsung dan segera dirasakan oleh petani
agroforestri sendiri, tetapi justru dinikmati oleh anggota masyarakat di
sekitar lokasi maupun di lokasi yang jauh (misalnya di bagian hilir) dan bahkan
secara global. Dengan kata lain, tindakan konservasi lahan yang diterapkan oleh
petani agroforestri tidak banyak mendatangkan keuntungan langsung bagi mereka,
bahkan seringkali petani harus menanggung kerugian dalam jangka pendek.
Konsep agroforestri secara
keseluruhan menempatkan manusia (masyarakat) sebagai subyek, yang secara aktif
berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan
permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan, dan memanfaatkan peluang
kehidupan. Mengolah lahan beserta unsur lingkungan hayati dan nir-hayati
lainnya dari sekedar elemen alami menjadi sumber daya yang bernilai, bertujuan
menjaga eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga, dan
komunitasnya. Oleh karena itu implementasi agroforestri selama ini juga
memiliki peranan penting dalam aspek sosial-budaya masyarakat setempat. Tentu
saja, aspek sosial-budaya tersebut akan lebih erat dijumpai pada
praktek-praktek agroforestri yang telah berpuluh dan bahkan beratus tahun ada
di tengah masyarakat (local traditional agroforestry) dibandingkan pada
sistem-sistem agroforestri yang baru diperkenalkan dari luar (introduced
agroforestry).
Fungsi dan peran
agroforesti ditinjau dari aspek biofisik dan sosial budaya dibagi menjadi
beberapa poin antara lain :
v Peranan agroforestri terhadap sifat fisik tanah
Sistem
agroforestri pada umumnya dapat mempertahankan sifat-sifat fisik lapisan tanah
atas sebagaimana pada sistem hutan. Sistem agrofoestri mampu mempertahanan
sifat-sifat fisik tanah melalui:
· Menghasilkan seresah sehingga bisa menambahkan bahan organic
tanah
· Meningkatkan kegiatan biologi tanah dan perakaran
· Mempertahankan dan meningkatkan ketersedian air dalam
lapisan perakaran.
Fungsi dan peran agroforestri dalam aspek lingkungan
v Peranan agroforestri terhadap kondisi hidrologi kawasan
·
Peran
hutan terhadap fungsi hidrologi kawasan
Secara
umum dapat dikatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi hidrologi yaitu
memelihara dan mempertahankan ualitas air, mengatur jumlah air dalam kawasan
danmenyeimbangkan jumlah air dan sedimentasi dalam kawasan daerah aliran
sungai.
·
Peran
agroforestri terhadap fungsi hidrologi kawasan
ü Susunan vegetasi. Komposisi vegetasi ini terkait dengan
peran dan fungsi terhadap evaporasi dan traspirasi, intersepsi hujan dan iklim
mikro
ü Kondisi tanah. Kemamouan sistem agroforestri untuk
memperthankan kehidupan dan kegiatan makro fauna, menjaga kemantapan dan
kontunyuitas ruangan pori serta mendorong daya hantar air atau laju infiltrasi
yang tinggi.
ü Bentang lahan. Menjaga kekasaran permukaan sehingga dalam
kawasan masih dipertahankan adanya cekungan dan saluran yang dapat menahan air
sementara.
v Peranan agroforestri dalam mengurangi gas rumah kaca dan
mempertahankan cadangan karbon
Upaya meningkatkan cadangan karbon dialam secara vegetative
(misalnyadengan memperbanyak penanaman pepohonan) merupakan pelayanan terhadaplingkungan
yang diharapkan dapat mengurangi dampak rumah kaca.Dalam
pertumbuhannya, tanaman menyelenggarakan proses fotosintesis yang memerlukan
sinar matahari, CO2 dari udara, air dan hara dari dalam tanah. Dengan demikian
keberadaan tanaman dapat mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, dan hasilnya
berupa karbohidrat diakumulasi dalam biomasa tanaman. Tinggi rendahnya serapan
CO2 di atmosfer bervariasi, tergantung pada jenis tanaman penyusun dan umur
lahan. salah satu indikator keberhasilan usaha pengelolaan tanah adalah tetap
terjaganya cadangan C sehingga keseimbangan lingkungan dan biodiversitas dapat terjaga
pula. Guna memahami isu lingkungan gas rumah kaca ini, diperlukan beberapa
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca, siklus C dalam skala
global dan cadangan C yang ada di alam.
v Fungsi
agroforestri dalam mempertahankan keanekaragaman hayati
Sistem
agroforestri seringkali memiliki banyak spesies alami yang tumbuhpada sebidang
lahan yang sama, sehingga ahli agroforestri dapat memberikankontribusi penting
dalam usaha melestarikan keanekaragaman hayati(biodiversitas).
Fungsi dan peran agroforestri dalam aspek sosial budaya
Konsep agroforestry
secara keseluruhan menempatkan manusia sebagai subjek yang secara aktif
berupaya dengan daya dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan
permasalahan kebutuhan, menghadapi tantangan dan memafaatkan peluang kehidupan.
a. Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan aspek tanah
Aspek tanah (secara fisik) merupakan faktor penting dalam
perkembangan tata dan pola penggunaan serta penguasaan lahan, terutama dalam
komunitas tradisional. Pada banyak komunitas (di luar Jawa), penguasaan dan
pemilikan lahan tidak bisa dibedakan secara jelas. Begitu juga dengan nilai
lahan dan nilai pohon yang ditanampun sulit untuk dipisahkan. Pembukaan hutan
alam untuk perladangan (shifting cultivation) dan penanaman pohon atau
tanaman berkayu lainnya tidak semata-mata berkaitan dengan upaya untuk
menghasilkan produk-produk material (kayu, buah-buahan, sayu-mayur, dan bahan
mentah lainnya) bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari suatu kelompok masyarakat. Kegiatan tersebut
sekaligus merupakan upaya perlindungan, yang diartikan sebagai tanda penguasaan
lahan. Hal ini sudah dikenal sebagai salah satu karakter masyarakat
tradisional.
b. Fungsi agroforestri dalam upaya melestarikan identitas kultural
masyarakat
Hutan dan terutama pohon-pohonan memiliki keterkaitan
erat dengan identitas kultural masyarakat. Apalagi kalau mau mempelajari lebih
dalam mengenai asal-usul manusia dalam kepercayaan beberapa kelompok masyarakat
lokal tradisional, maka kedua komponen tersebut tidak bisa dipisahkan begitu
saja. Sehingga tidak mengherankan, bilamana masyarakat Dayak memberikan simbol
hutan dengan burung rangkong (hornbill), yang merupakan bagian lambang
budaya mereka yang tertinggi, dan dengan demikian sangat dihormati untuk tidak
semena-mena dieksploitasi. Kegiatan dimaksud memiliki fungsi dalam melestarikan
berbagai identitas kultural mereka seperti silaturahmi dan tolong-menolong
antar komponen masyarakat (melalui sistem gotong royong yang dilakukan
bergiliran setiap membuka lading baru), pembagian kerja antara kaum laki-laki
dan perempuan dalam tahapan pekerjaan di antaranya penanaman padi/palawija,
penggunaan alatalat kerja tradisional, hingga pada penggunaan berbagai varietas
benih padi lokal serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan ritual (seperti
upacara-upacara yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan pertanian yang
dilakukan). Bukan hanya pada kegiatan pertanian gilir-balik atau perladangan,
agroforestri berbasis hutan (forest-based agroforestry) sebagaimana pada
sistem kebun-hutan pada masyarakat tradisional. Dari apa yang diuraikan di
atas, dapat pula dikemukakan bahwa pemahaman akan nilai-nilai kultural dari
suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya
di lingkungan masyarakat lokal amatlah penting dalam rangka keberhasilan
pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern
yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat.
c. Fungsi agroforestri dalam kaitannya dengan kelembagaan lokal
Salah satu ciri dari masyarakat tradisional adalah
terdapatnya kelembagaanlokal yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota
komunitas di samping peraturan perundangan resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Oleh karenanya tidak mengherankan bahwa pada banyak masyarakat asli
atau masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah/desa-desa terpencil di
Indonesia akan dikenal dua pimpinan, yaitu kepala desa (village head)
yang mengurusi administratif pemerintahan serta kepala adat (traditional
leader) yang lebih terkait dengan hubungan kehidupan antar warga
sehari-hari, termasuk dalam hal pemanfaatan lahan seperti agroforestri.
Keberlangsungan praktek agroforestri lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari
kepala adat, tetapi juga norma, sangsi, nilai, dan kepercayaan (yang keempatnya
merupakan unsurunsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan
suatu komunitas.
d. Fungsi agroforestri dalam pelestarian pengetahuan tradisional
Selama berabad-abad masyarakat mengumpulkan (1) Informasi
secara luas; (2)Ketrampilan, serta (3) teknologi berbagai hal. Aspek
pengetahuan tradisionalamatlah penting dalam agroforestri, karena memang sistem
penggunaan lahanini berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di
Indonesianyang sebagian besar merupakan komunitas tradisional. Akan tetapi
dalam kesempatan ini hanyaakan ditampilkan satu contoh peran agroforestri
terkait dengan pelestarianpengetahuan tradisional mengenai
pengobatanSebagaimana diketahui, bahwa salah satu ciri dari agroforestri
tradisionaladalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture).
Sebagiandari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan
alamguna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan
bakupengobatan.
BAB 4. PENUTUP
Agroforesty merupakan suatu Sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki
aspek sosial dan ekologi, dilaksanan melalui pengkombinasian pepohonan dengan
tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan). baik secara bersama-sama atau
bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau
hewan yang optimal dalam arti berkesinanmbungan. Secara umum agroforestri
berfungsi protektif dan produktif.Melihat komposisinya yang beragam, maka
agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan
dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas
tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan
baik dalam aspek biofisik, lingkungan, sosial maupun
ekonomi. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang
diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara
berkelanjutan.Klasifikasi agroforestri berdasarkan komponen penyusunnya yaitu:Agrisivikultur, Silvopastura, Agrosilvopastura
DAFTAR PUSTAKA
Abang. 2011. Agroforestry.http://forestcreator.wordpress.com/category/agroforestry/.
(diakses tanggal 27
September 2012).
Jratun, Pemali. 2010. Sasaran Dan Tujuan Agroforestri. http://www.bpdas-pemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&id=56:sasaran-dan-tujuan-agroforestri&catid=17:agroforestry&Itemid=29. (diakses tanggal
27 September 2012).
Lahjie, Abu Bakar M. 2011. Teknik Agroforestri. Veteran: Jakarta.
Noordwijk,
Meine Van. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi
Daerah Aliran Sungai (Das). Agrivita Vol. 26
No.1: Hal. 1-8.
Sitompul , Sm Dan D. Purnomo.2005. Peningkatan Fungsi Agronomi Sistem
Agroforestri Jati, Pinus Dengan Penggunaan Varietas Tanaman Jagung Toleran
Irradiasi Rendah. Agrosains
Vol. 7 No. 2: Hal. 93-100.